Rabu, 05 Januari 2011

audit siklus penerimaan

AUDIT SIKLUS PENERIMAAN
Sebelum melakukan audit siklus pendapatan, perlu dipahami dulu aktivitas yang sering terjadi pada pendapatan yang sesuai dengan GAAP (General Accepted Accounting Principle) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).
GAAP / PABU
 Aset dan Liabilitas dikelompokkan dengan tepat.
 Piutang disajikan sebesar nilai bersih setelah dikurangi dengan cadangan
 Prinsip mempertemukan pendapatan dan biaya
 Penyesuaian penjualan dan harga pokok penjualan yang di kembalikan
 Pengungkapan “penjualan kepada” dan “penerimaan dari” atas hubungan afiliasi
 Pengungkapan penerimaan seperti jaminan yang dijanjikan
Hal-hal yang diperlukan sebelum memeriksa siklus pendapatan :
• Mendapatkan dan memahami dokumen internal control
• Memahami bisnis klien
• Menilai risiko dan materialitas
• Memahami perjanjian perikatan yang dilakukan klien
• Menyiapkan program audit secara tertulis
Konfirmasi Piutang (A/R), Sebelum melakukan konfirmasi, auditor harus :
• mendapatkan rincian piutang
• melakukan footing
• mencocokkan dengan buku pembantu piutang. (Jika rincian berupa file, sebaiknya dilakukan dengan audit software)
Proses konfirmasi :
1. Konfirmasi harus dilakukan, auditor yang tidak melakukan konfirmasi saat melakukan pengujian pada akun piutang harus mendokumentasikan bagaimana ia mengatasi anggapan tsb.
2. Konfirmasi biasanya dilakukan melalui salah satu bentuk, positif atau negative.
3. Gunakan faktor-2 yang mempengaruhi jenis konfirmasi.


Faktor-2 lain yang mempengaruhi sifat, waktu dan luasnya konfirmasi :
◦ Pengalaman terdahulu – jika tingkat respon yang terdahulu rendah, pertimbangkan jenis-2 bukti yang lain.
◦ Sifat dari bukti yang sudah ditetapkan – apakah responden mau memberikan informasi?
Melakukan prosedur konfirmasi :
1. Auditor menentukan akun mana yang akan dikonfirmasi, kapan konfirmasi akan dilakukan, dan bentuk konfirmasi bagaimana yang akan digunakan.
2. Surat konfirmasi menggunakan kop surat milik klien
3. Auditor mengontrol pengiriman konfirmasi dan menerima jawaban.
4. Jika tidak ada jawaban yang diterima atas konfirmasi positif, ulangi dengan permintaan kedua. Jika tetap tidak ada jawaban,
 Hitung jumlah yang tidak dijawab sebagai suatu kesalahan atau
 Gunakan prosedur yang lain, seperti mencari penerimaan kas setelah tanggal neraca atau periksa order pembelian dan surat pengiriman barang (bill of lading).
Setelah konfirmasi dilakukan, auditor harus mempertimbangkan :
 Keandalan konfirmasi dan prosedur alternative
 Sifat pengecualian yang lain, termasuk implikasinya baik kuantitatif maupun kualitatif atas pengecualian tersebut.
 Dapatkan bukti melalui prosedur yang lain.
 Bukti tambahan apapun diperlukan.
Test akun Cadangan Kerugian Piutang :
Akun Cadangan Kerugian Piutang adalah akun estimasi. Pemeriksaan akun ini harus mengikuti standar “Pemeriksaan Estimasi Akuntansi”. Rata-rata auditor menggunakan kombinasi dari tiga pendekatan yang terdapat dalam standard.
Secara khusus, proses dimulai dengan mendapatkan analisis umur piutang :
Pengumpulan dari beberapa akun akan diperiksa secara terpisah. Khususnya untuk transaksi besar yang terjadi dimasa lalu. Setelah itu auditor melakukan pemeriksaan atas akun yang dikumpulkan tersebut.
Untuk transaksi yang lebih kecil, lakukan pengujian sesuai dengan proses yang terjadi pada klien. Biasanya, klien memiliki system prediksi berapa jumlah piutang yang tidak tertagih. Pengendalian atas pemberian kredit dan akibatnya pada neraca sangat penting.

Auditor melakukan perhitungan jumlah piutang yang tidak tertagih dan membandingkanya dengan saldo klien. Jika ditemukan perbedaan yang material, buat jurnal koreksi.
• Melakukan perhitungan
• Membandingkan dg saldo klien
• Jika ditemukan perbedaan, buat jurnal koreksi
Melakukan Test Pisah Batas (Cutoff):
Sasaran dari test pisah batas adalah untuk meyakinkan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan saldo akhir tahun. Kesalahan dalam pisah batas umumnya sering terjadi.
Pengujian yang dilakukan auditor pada pisah batas :
 Cutoff penjualan – meyakinkan bahwa pengiriman barang dilakukan sebelum tutup buku dan dicatat dalam “akun penjualan dan piutang usaha (A/R)”
Account Receivables
Sales

Juga dicatat sebagai HPP dan dikurangkan dari persediaan
Cost of Goods Sold
Inventory
 Cutoff penerimaan kas – meyakinkan bahwa semua penerimaan sebelum tutup tahun telah dicatat pada “akun kas dan piutang usaha (A/R)”
Cash
A/R
 Retur penjualan – “Apakah Prinsip Akuntansi memperbolehkan pencatatan retur bersamaan dengan penjualan pada periode yang sama”



AUDIT SIKLUS PENGELUARAN
System yang Otomatis :
1. Pengendalian persediaan yang lebih baik, mampu mengatur persediaan yang diperlukan. Permintaan persediaan dapat dideteksi, sehingga kelebihan atau kekurangan persediaan dapat diturunkan
2. Manajemen kas yang lebih baik, manajemen kas yang efektif dengan meneliti setiap hari file yang jatuh tempo, sehingga dapat menghindari pembayaran lebih awal dan lewat jatuh tempo. Dengan menulis cek secara otomatis, perusahaan dapat menghemat tenaga kerja, waktu pemrosesan, dan meningkatkan ketelitian
3. Mengurangi keterlambatan waktu, keterlambatan waktu terjadi antara barang datang dan pencatatan persediaan. Keterlambatan tersebut berdampak negatif pada penjualan, karena bagian penjualan tidak mengetahui status persediaan dan mungkin kehilangan kesempatan.
4. Manajemen waktu pembelian yang lebih baik. Bagian pembelian berhubungan langsung dengan semua pengambil keputusan atas pembelian. Pada beberapa perusahaan, hal ini menambah keterlambatan waktu dalam proses pemesanan. Sejumlah besar pembelian yang rutin seharusnya sudah otomatis. Sehingga perhatian dapat difokuskan pada masalah pembelian seperti barang-2 khusus atau masalah kurangnya suplai, dan bagian pembelian dapat dikurangi.
5. Mengurangi kertas dokumen. Semua bagian menghasilkan data yang dikirim ke data processing dan data processing merubah ke dalam media magnetic. Sejumlah biaya besar biasanya terjadi karena kertas dokumen, dari mulai pembelian kertas, penyimpanan, pengiriman, dan perubahan data oleh bagian processing.
MERENCANAKAN SYSTEM, keuntungannya adalah :
Real Time, Menghilangkan kegiatan manual yang rutin menjadi otomatis, dan Mengurangi dokumen kertas dengan cara menggunakan komunikasi elektronik antar departemen
1. Pemisahan tugas, system ini mengilangkan pemisahan yang mendasar antara bagian otorisasi dan proses transaksi. Disini, program komputer memiliki otorisasi proses order pembelian, dan menerbitkan cek untuk vendor. Sebagai kompensasinya, sitem dilengkapi dengan daftar transaksi secara rinci dan ringkasan laporan. Dokumen ini menggambarkan tindakan otomatis yang dilakukan oleh system, manajemen dapat melihat kesalahan dan kejadian yang tidak semestinya yang memerlukan investigasi.
2. Pencatatan dan kontrol akses, system ini memelihara data pada magnetic disk. Untuk melindungi catatan tersebut, organisasi harus membatasi akses.
Obyek Pemeriksaan Siklus Pengeluaran:
 Input controls,
untuk memastikan bahwa transaksi tersebut benar, teliti, dan lengkap.
 Process controls,
termasuk prosedur pengkinian data dan pembatasan akses data.
 Output controls,
untuk memastikan bahwa informasi tidak hilang, salah arah, atau rusak dan system tersebut memproses seluruh fungsi seperti yang diharapkan.
SUBSTANTIVE TEST ATAS AKUN SIKLUS PENGELUARAN :
1. Risiko Siklus Pengeluaran & Perhatian Audit, understatement liabilitas dan biaya-2 yang berhubungan dengan hal tsb.
2. Pahami Data :
 File Persediaan
 File Purchase order
 File Purchase order per jenis
 File Laporan Penerimaan
 File Voucher Pembayaran
 Prosedur Persiapan File
3. Tes Ketelitian dan Pernyataan Kelengkapan
4. Lihat kembali Voucher Pembayaran untuk trend yang tidak wajar dan pengecualian
5. Tes kelengkapan, keberadaan, saham dan obligasi
 Cari liabilitas yang tidak tercatat
 Cari voucher pembayran yang tidak diotorisasi
 Review Cek dobel untuk vendor
 Periksa penggajian dan catatan yang saling berhubungan

prosedur audit

Berikut ini adalah pengujian pengendalian keamanan fisik.

Uji Konstruksi Fisik. Auditor harus menentukan bahwa pusat komputer kokoh dibangun dari bahan tahan api. Harus ada drainase yang memadai di bawah lantai diangkat untuk memungkinkan air mengalir jauh dalam hal kerusakan air dari api di lantai atas atau dari beberapa sumber lain. Selain itu, auditor harus mengevaluasi lokasi fisik dari pusat komputer. Fasilitas ini harus ditempatkan di suatu daerah meminimalkan eksposur terhadap kebakaran, kerusuhan sipil, dan bahaya lainnya.

Uji Sistem Deteksi Kebakaran. Auditor harus menetapkan bahwa peralatan deteksi kebakaran dan penindasan, baik manual dan otomatis, berada di tempat dan diuji secara teratur. Sistem deteksi kebakaran harus mendeteksi asap, panas, dan asap mudah terbakar. Kecukupan perangkat ini dapat ditentukan dengan meninjau catatan resmi marshal api tes yang disimpan di pusat komputer.

Pengujian Pengendalian Akses. Auditor harus menetapkan bahwa akses rutin ke pusat komputer dibatasi kepada karyawan yang berwenang. Detail tentang akses pengunjung (oleh programmer dan lainnya), seperti waktu kedatangan dan keberangkatan, tujuan, dan frekuensi akses, dapat diperoleh dengan meninjau log akses. Untuk menetapkan kebenaran dokumen ini, auditor diam-diam dapat mengamati proses yang akses yang diizinkan, atau melihat rekaman video dari kamera pada titik akses, jika mereka sedang digunakan.

Uji Power Supply Backup. Pusat komputer harus melakukan tes berkala catu daya cadangan untuk memastikan bahwa ia memiliki kapasitas yang cukup untuk menjalankan komputer dan AC. Ini adalah tes sangat penting, dan hasil mereka harus secara resmi dicatat. Sebagai perusahaan computersystem mengembangkan, dan meningkatkan ketergantungan, kebutuhan cadangan listriknya kemungkinan untuk tumbuh secara proporsional. Memang, tanpa tes seperti itu, sebuah organisasi mungkin tidak menyadari bahwa itu telah melampaui kapasitas cadangan sampai terlambat.

Test untuk asuransi Coverage. Auditor setiap tahun harus meninjau cakupan asuransi organisasi pada komputer hardware software, dan fasilitas fisik. Akuisisi yang baru harus terdaftar pada peralatan kebijakan dan usang dan perangkat lunak harus dihapus. Luasnya cakupan manajemen harus mencerminkan kebutuhan dan tujuan. Sebagai contoh, perusahaan mungkin ingin sebagian diasuransikan diri.

Uji kontrol dokumentasi operator. Auditor harus memverifikasi bahwa sistem dokumentasi, seperti diagram alur sistem, diagram alur logika, dan listing kode program, bukan bagian dari dokumentasi operasi. Operator tidak harus memiliki akses ke detail operasional logika internal sistem. Namun, auditor harus menentukan bahwa dokumentasi pengguna yang memadai tersedia, atau dan membantu fungsi meja yang memadai di tempat, untuk mengurangi jumlah kesalahan dalam sistem operasi.
Dalam sistem warisan, operator komputer menggunakan manual dijalankan untuk melakukan fungsi tertentu. Misalnya, sistem batch besar mungkin memerlukan perhatian khusus dari operator, Selama hari itu, operator komputer dapat mengeksekusi puluhan program komputer, yang masing-masing proses beberapa file dan menghasilkan beberapa laporan. Untuk mencapai operasi pengolahan data yang efektif, manual jalankan harus cukup rinci untuk memandu operator dalam tugas-tugas mereka. Auditor harus meninjau manual dijalankan untuk kelengkapan dan keakuratan. Isi Khas manual menjalankan incluade berikut:
1. Nama dari sistem, seperti Sistem Pembelian
2. Jadwal dijalankan (harian, mingguan, waktu hari)
3. Diperlukan perangkat keras (kaset, disk, printer, atau hardware khusus)
4. Berkas Persyaratan menentukan semua transaksi (input) file, file induk, dan file output yang digunakan dan sistem
5. instruksi waktu yg menggambarkan pesan error yang mungkin muncul, tindakan yang akan diambil, dan nama dan nomor telepon dari progammer on call, harus sistem gagal.
6. Sebuah daftar pengguna yang menerima output
Gambar 2-6 menggambarkan tiga jenis kegiatan yang dapat mengganggu atau menghancurkan pusat organisasi komputer dan sistem informasi. Mereka adalah bencana alam, bencana buatan manusia, dan kegagalan sistem (lihat Gambar 2-6).
Hasil bencana alam. seperti kebakaran, banjir, angin, dan gempa bumi, biasanya bencana ke pusat sistem komputer dan informasi, acara memikirkan kemungkinan kejadian seperti itu sangat kecil. Kadang-kadang peristiwa bencana tidak bisa dicegah atau dihindari. Contohnya termasuk badai di Florida, banjir meluas di Midwest, gempa bumi di California, dan pemboman bangunan umum. Kelangsungan hidup perusahaan yang terkena dampak bencana tersebut tergantung pada seberapa baik dan seberapa cepat bereaksi. Dengan perencanaan kontingensi hatilah, dampak dari bencana dapat diserap dan organisasi masih bisa sembuh. Bencana buatan manusia, seperti sabotase atau kesalahan, bisa sama merusak. Sistem kegagalan, seperti listrik padam atau kegagalan hard drive, umumnya lebih terbatas dalam cakupan, tetapi kejadian bencana jenis yang paling mungkin terjadi.
Semua bencana dapat menghilangkan suatu organisasi data proccesing fasilitas, menghentikan fungsi tersebut bussines dilakukan atau dibantu oleh komputer, dan merusak kemampuan organisasi untuk mengirimkan produk atau jasa, yaitu, perusahaan kehilangan kemampuan untuk melakukan bisnis. Bencana ini juga bisa mengakibatkan hilangnya investasi pada teknologi dan sistem. Perusahaan lebih tergantung pada teknologi, sistem, dan pusat komputer, perencanaan pemulihan bencana lebih penting.
Bagi banyak perusahaan, seperti Amazon.com atau eBay.com, bahkan kehilangan beberapa jam kemampuan pemrosesan komputer bisa mengeja bencana. Untuk bertahan hidup kejadian ini, perusahaan mengembangkan prosedur pemulihan dan meresmikan mereka menjadi rencana kesinambungan bisnis, rencana disaster recovery, atau rencana bisnis pemulihan. A Disaster Recovery Plan adalah pernyataan yang komprehensif dari semua tindakan yang harus diambil sebelum, selama dan setelah semua jenis bencana, bersama dengan didokumentasikan, prosedur diuji yang akan menjamin kelangsungan operasi. Untuk kegagalan sistem, kesalahan kontrol toleransi dapat membantu mencegah bencana, atau meminimalkan akibat buruk dari sebuah kegagalan tertentu (lihat bagian tentang "Fault Toleransi" untuk informasi lebih lanjut). Meskipun detail dari rencana masing-masing yang unik untuk kebutuhan organisasi, semua rencana bisa diterapkan memiliki tiga ciri umum:
1. Mengidentifikasi aplikasi kritis
2. Menciptakan tim pemulihan bencana
3. Menyediakan backup situs
Sisa dari bagian ini ditujukan untuk diskusi tentang elemen-elemen penting dari DRP yang efektif

mengenal prinsip akuntansi syariah

Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata ”Akuntansi Syariah” atau “Akuntansi Islam”, mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada. Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494. Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing. Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Sumber : http://f-andriana.blogspot.com/2007/10/mengenal-prinsip-akuntansi-syariah.html

perkembangan akuntansi bank syariah

Zona Ekonomi Islam–Akuntansi secara umum mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyajikan informasi khususnya yang bersifat keuangan dalam kaitannya dengan kegiatan sosial ekonomi dalam suatu komunitas masyarakat tertentu.Sebagaimana yang berlaku sekarang bahwa aturan main atau standar yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan – yang disebut sebagai Generally Accepted Accounting Principles – tidak bisa terlepas dari cara pandang masyarakat ( dimana kegiatan ekonomi itu diselenggarakan ) terhadap nilai-nilai kehidupan sosialnya. Ini terbukti dari tidak mudahnya melakukan harmonisasi standar akuntansi secara internasional meskipun upaya kearah sana selalu diusahakan dengan adanya International Accounting Standard, dimana PSAK kita sebagaian juga menggunakan IAS sebagai acuan atau referensi.

Implikasi dari hal tersebut diatas menyebabkan adanya upaya yang keras dari para cendekiawan muslim khususnya dibidang ekonomi dan akuntansi untuk merumuskan sistim ekonomi dan akuntansi yang sesuai dengan tuntunan Syariah Islam.
Kewajiban setiap pribadi muslim untuk menyelenggarakan pencatatan harta kekayaannya serta hutang dan kewajibannya nyata-nyata termuat dalam Al-Quran dengan berbagai dimensinya ,hal mana mencerminkan tertib administrasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim sehingga memungkinkan seorang muslim dengan mudah dapat menunaikan kewajiban-kewajibannya seperti zakat , penyelesaian hutang piutang , perhitungan harta waris dsb.
Oleh sebab itu standarisasi akuntansi keuangan yang berbasis pada Syariah Islam menjadi obsesi yang realistic bagi komunitas cendekiawan dan praktisi bisnis muslim diseluruh dunia meskipun umat islam tidak pada posisi yang kuat dan berpengaruh secara significant dalam kehidupan sosial ekonomi dan politik untuk ukuran global yang bahkan akhir-akhir ini sedang menghadapi ujian yang sangat berat.
Perkembangan keinginan untuk merealisasikan identitas bisnis yang islami baru berhasil diwujudkan dalam bentuk munculnya perbankan yang berbasis pada tuntunan syariah sedangkan entitas bisnis lainnya seperti industri manufaktur ,perdagangan dan jasa lainnya belum secara spesifik dinyatakan sebagai entitas bisnis islam dengan segala konsekwensinya.
Munculnya perbankan syariah telah mendorong secara cepat adanya kebutuhan untuk menstandarisasi sistim operasionalnya yang akan terrefleksi dalam sistim akuntansi yang digunakan sebagi basis dalam sistim pelaporan untuk memenuhi berbagai kelompok kepentingan yang membutuhkan informasi tsb. guna mengukur akuntabilitas dan efektifitas pengelolaan sumber ekonomi yang diamanahkan pada entitas tsb.
Kebutuhan tsb difasilitasi dengan adanya organisasi akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan islam (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) yang berpusat di Manama , Bahrain dan beranggotakan hampir seluruh lembaga keuangan islam,lembaga profesi akuntansi dan central bank dari negara-negara yang mengizinkan beroperasinya lembaga keuangan islam.Lembaga tsb. telah menerbitkan standar akuntansi bagi lembaga keuangan islam /bank yang tentunya sangat diharapkan dapat diadopsi oleh organisasi profesi akuntansi dan bank sentral negara-negara penyelenggara bank islam.
Pendekatan dalam penyusunan standar akuntansi tsb.menggunakan International Accounting Standard sebagai basis utama dalam pengkajian kebutuhan standar yang sesuai dengan operasi bank syariah sehingga secara praktis akan menerima IAS sepanjang tidak bertentangan dengan syariah dan otomatis akan menolak bila tidak sejalan dengan tuntunan syariah dengan konsekwensi menciptakan suatu standar baru sesuai dengan syariah.
Perbedaan filosofis yang cukup mendasar antara bank konvensional dengan bank syariah mempunyai implikasi terhadap standar penyajian laporan keuangan bank syariah mengingat fungsi bank syariah mencakup fungsi pengelola investasi , investor, penyedia jasa lalu lintas keuangan dan pengelola zakat dan dana sosial.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah digunakannya konsep bagi hasil sehingga dalam bank syariah tidak mengenal cost of fund atau biaya dana sebagai pengurang atas pendapatan bunga untuk menghasilkan spread / margin sebelum dikurangi dengan beban operasi. Itulah mengapa dalam bank syariah tidak mengenal negatif spread karena bagi hasil pada investor atau deposan betul-betul berdasar nisbah bagi hasil yang disepakati sebelumnya dari hasil pengelolaan investasi dan bisnis bank semata-mata atas dana yang dipercayakan oleh pemilik dana atau deposan pada bank.
Hubungan antara nasabah pemilik dana dengan bank adalah hubungan investor dengan pengelola investasi sehingga dana tsb dalam standar akuntansi bank syariah harus dicatat sebagai rekening investasi (investment account) dan bukan sebagai kewajiban atau liabilities. Sedangkan dana yang hanya dititipkan bukan atas dasar akad mudharabah tetapi atas dasar akad wadiah akan dicatat sebagai kewajiban atau liabilities meskipun atas dana tsb bank mempunyai hak untuk menginvestasikan dan mendapatkan hasil bagi keuntungan bank sendiri tanpa ada kewajiban memberikan bagi hasil. Namun demikian bank boleh memberikan imbalan bagi pemilik dana wadiah sesuai dengan kebijakan bank bahkan yang lazim bank berhak memungut beban pengelolaan dana tsb (beban administratip).
Disisi lain hubungan bank dengan penerima dana adalah hubungan kemitraan usaha dan atau hubungan hutang piutang karena adanya transaksi jual beli (murabahah ) yang belum terselesaikan atau bayar tangguh.
Dalam pandangan syariah tidak relevan memisahkan secara tegas lembaga keuangan bank dan non bank bahkan dengan non lembaga keuangan sekalipun sehingga adalah hal yang mungkin terjadi bila sebuah lembaga keuangan islam melakukan aktivitas investasi pada real estat misalnya seperti layaknya developer atau pengembang atau melakukan jual beli tunai dan atau leasing baik yang diakhiri dengan pemindahan hak atau tidak.
Secara garis besar tampilan laporan keuangan bank syariah pada sisi aktiva dicirikan dengan adanya akun pembiayaan (financing)baik yang berbentuk tagihan atas transaksi jual-beli atau berbentuk posisi partisipasi bank dalam akad mudharabah atau musyarakah juga adanya aktiva produktif lain dalam bentuk assets yang disewakan atau bahkan bisa saja terdapat inventory tergantung dari aktivitas bank syariah tsb. Pada sisi pasiva dicirikan adanya dana wadiah dalam bentuk current account dan dibeberapa negara tertentu juga termasuk saving account serta adanya unrestricted investment account berupa deposit account dengan akad mudharabah sehingga tidak dikategorikan sebagai liabilities dalam pengertian wajib dikembalikan dalam kondisi apapun.
Pengertian unrestricted investment account menunjukkan bank secara bebas dapat melakukan investasi sepanjang tidak bertentangan dengan syariah sedang pada sisi yang lain terdapat restricted investment account yang menurut standar akuntansi bank syariah tidak dicatat sebagai bagian dari pasiva tetapi dicatat sebagai off balance sheets dengan disclosure berupa laporan khusus berbentuk laporan perubahan posisi dana investasi terbatas (bandingkan dengan dana kelolaan menurut versi BI dan SKAPI) sedang bentuk investasinya juga tidak dicatat sebagai aktiva produktif. Dalam hal ini bank memperoleh fee dan atau bagi hasil.
Isi dari laporan Laba – Rugi juga mencerminkan fungsi dari bank syariah yaitu dalam bentuk keuntungan penjualan (dari murabahah) bagi hasil (dari mudharabah dan musyarakah) pendapatan sewa (dari ijarah/leasing) dan pendapatan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syariah dan bila terpaksa bank menerima pendapatan non syariah misalnya jasa giro dari bank konvensional maka harus dikeluarkan dan disalurkan untuk kepentingan sosial hal mana harus didisclose. Pada sisi beban tidak akan dijumpai beban dana bahkan bagi hasil tidak boleh diklasifikasi sebagai beban dalam pelaporan bank syariah tetapi harus di disclose secara jelas dasar bagi hasil yang digunakan sedang biaya operasional lainnya tidak berbeda dengan bank konvensional.
Pada dasarnya bank syariah juga menganut konsep akrual khususnya untuk beban sedang untuk pendapatan harus dilakukan secara hati-hati tergantung dari opini dewan syariah setempat apakah menggunakan dasar cash atau akrual. Penggunaan dasar kas mengacu pada prinsip kehati-hatian yang berlandaskan ajaran Islam yang mengatakan bahwa apa yang akan terjadi besuk adalah ghoib sehingga tidak seharusnya mengakui pendapatan (baca : rezeki ) sebelum nyata –nyata berbentuk aliran kas yang secara riil masuk ke bank (ingat prinsip yang digunakan BI sebelum adanya SKAPI yaitu cash basis ) .Pada standar akuntansi bank syariah seperti untuk tagihan murabahah keuntungan diakui pada saat akad ditandatangani jika masa kredit tidak melewati satu periode laporan keuangan sedang bila masa kredit melewati satu periode laporan keuangan baik dalam bentuk lumpsum maupun installment maka pengakuan pendapatan harus proporsional secara akrual kecuali dewan pengawas syariah menetapkan secara kas atau ketika angsuran/cicilan diterima.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa meskipun belum semua hal dapat terungkap tetapi sedikitnya memberikan gambaran bahwa perlu suatu paradigma baru dalm merancang aplikasi akuntansi untuk bank syariah sesuai dengan standar yang telah ada . Meskipun diskusi akademis masih terus berlangsung dalam rangka memperdalam dan memperkaya wacana pemikiran sistim ekonomi dan bisnis Islam maka sejalan dengan berlakunya undang –undang perbankan yang merupakan penyempurnaan undang –undang bank terdahulu maka sangat menggembirakan karena BI dapat mengadopsi standar tsb. bersama-sama dengan IAI sehingga terdapat pedoman yang standar bagi praktek perbankan syariah apalagi jika kemudian mulai bermunculan bank syariah baru baik dalam bentuk bank syariah atau cabang syariah dari bank konvensional.
Sumber : http://zonaekis.com/perkembangan-akuntansi-bank-syariah

AKUNTANSI MURABAHAH

Murabahah adalah menjual barang denganm harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli. (PSAK 102 Paragraf 5)
Jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati ( PBI No.09/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007 )

Pengakuan dan Pengukuran Murabahah
Pengakuan :
Harga Barang : Diakui sebagai “Asset Murabahah” sebesar biaya perolehan.
Potongan harga dari pemasok : DSIakui sebagai pengurang biaya perolehan Aktiva Murabahah.
Pengukuran setalah perolehan :
Aktiva tersedia untuk dijual untuk murabahah pesanan mengikat
• Dinilai sebesar biaya perolehan, dan
• Penurunan nilai aktiva (usang, rusak dsb) diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aktiva.

Murabahah tanpa pesanan atau pesanan tidak mengikat
• Nilai terendah maka nilai perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.
• Nilai bersih < nilai perolehan maka diakui sebagai kerugian.
Pencatatan :
Harga pokok : Dibukukan pada perkiraan “Asset Murabahah”
Margin : Diakui / dicatat pada perk. “Margin Murabahah Ditangguhkan”
Harga jual : Dicatat pada perkiraan “Piutang Murabahah”
Pengukuran dan Pengakuan :
Piutang Murabahah
• Saat akad => diakui sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati
• Akhir periode => dinilai sebesar niulai bersih yang dapat direalisasi ( piutang – penyisihan )
Keuntungan Murabahah
• Akad berakhir sama dengan periode L/K => saat terjadinya
• Akad melampaui satu periode L/K => secara proporsional
Potongan pembayaran (salah satu metode)
• Saat penyelesaian => bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah
• Setelah penyelesaian => bank menerima dulu pelunasan, kemudian bank membayar potongan.
Bayar Urbun :
• Diakuin sebagai uang muka pembelian => sejumlah yang diterima bank
• Apabila barang jadi dibeli nasabah => diakui sebagai pembayaran piutang
• Apabila barang b atal dibeli nasabah => dikembalikan setelah diperhitungkan kerugian bank
Pengakuan denda / Ta’wid :
• Dikenakan pada nasabah yang lalai melakukan kewajibannya
• Diakui sebagai bagian dana social ( al Qardhul Hasan )
• Denda dalam murabahah :
1. Nasabah mampu tapi tidak mau
2. Kedisiplinman nasabah terhadap kewajibannya
3. Besarnya sesduai perjanjian.

PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI

Pengertian

Akuntansi berdasarkan persamaan dasar akuntansi (PDA) yakni HARTA = KEWAJIBAN + MODAL atau persamaan sebagai berikut :

HARTA( SISI AKTIVA ) = KEWAJIBAN + MODAL ( SISI KEWAJIBAN & EKUITAS )

Persamaan diatas menjadi pedoman dalam setiap pencatatan transaksi keuangan di lembaga keuangan syariah. Selain harta dipahami dengan istilah aktiva, harta dapat pula dipahami sebagai sisi kiri yang dikenal dengan istilah sisi DEBET sedangkan kewajban dan modal yang dipahami dengan istilah kewajiban dan ekuitas dapat pula dipahami sebagai sisi kanan atau yang dikenal dengan sisi KREDIT.

Konsep Kesatuan Usaha

Berdasarkan konsep kesatuan usaha maka akuntansi menggambarkan Lembaga Keuangan Syariah sebagai entitas yang berdiri sendiri, terpisah dengan pemiliknya. Dengan prinsip ini, maka semua transaksi yang dilakukan tercatat oleh akuntansi sebagai transaksi lembaga keuangan syariah tersendiri dan mencerminkan kinerja lembaga keuangan syariah tersebut.
Sedangkan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi lembaga keuangan syariah yakni Pemilik/Pemegang Saham, Karyawan, Investor, ( Nasabah Simpanan ), Nasabah Pembiayaan, Rekanan, Pemerintah, Bank Indonesia dan Bank Syariah / Lembaga Keuangan SSyariah Lainnya.
Jenis-Jenis Transaksi
Jenis-jenis transaksi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi di lembaga keuangan syariah diantaranya :
• Transaksi dengan pemilik
• Transaksi dengan Nasabah Pembiayaan
• Transaksi dengan Investor
• Transaksi dengan rekanan
• Transaksi dngan Karyawan
• Transaksi dengan pemerintah
• Transaksi dengan Bank Indonesia
• Transaksi dengan Bank Syariah / LKS Lainnya.

AKUNTANSI SYARI'AH

Perbankan syariah di Indonesi diawali oleh pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 yang diprakarsai oleh MUI, pemerintah dan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia serta beberapa pengusaha muslim. Produk perbankan syariah yang mempunyai spesifikasi tersendiri seperti akad jual beli terdiri dari Murabahah, salam dan Istishna, akad bagi hasil yang terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah, serta sewa yang terdiri dari Ijarah dan Ijarah muntahiyya bit tamlik. Disamping itu perbankan syariah menggunakan akad tabbaru untuk produk Qard, Qardhul hasan, Wakalah, Kafalah, Rahn.
1. Pendapatan Tentang Eksistensi Akuntansi Islam
Beberapa pendapat ahli akuntansi Internasional tentang keberadaan akuntansi islam diantaranya sebagai berikut :
Robert Arnold Russel (1986) mengemukakan bahwa sebelum dikenal doeble entry oleh Pacioli sudah ada system doeble entry Arab yang lebih canggih yang merupakan dasar kemajuan bisnis di Eriopa pada abad pertengahan.
T.E Gambling dan R.A.A. Karim (1986) Menurut teori Colonial model jika ada masyarakat islam, maka otomatis ekonominya Islam dan juga akuntansinya meswti Islam. Dalam Islam dikenal zakat sebagai upaya menyelesaikan masalah social. Akuntansi Islam sangat menekankan pada aspek social bukan hanya kepentingan investor atau pemilik modal saja.
Muhammad Akram Khan (1992) Tujuan Akuntansi Islam ini adalah menghitung laba rugi yang tepat, mendorong dan mengikuti syariat islam, menilai efisiensi manajemen, melaporkan yang baik, dan keterkaitan pada keadilan dan kebenaran.
D.R. Scott (1975) merupakan pelopor perumusan akuntansi berdasarkan pada aspek keadilan, kebenaran, etika. Karenanya sejalan dengan konsep Akuntansi Islam.
Toshikabu Hayashi (1995) Membahas Akuntansi Kapitalis, Konsep Akuntansi Islam, perhitungan Zakat, dan study kasus Feisal Islamic Bank di Kairo dan praktek bisnis di Arab Saudi.
Muhammad Khir (1992) Akuntansi Islam lebih sesuai dan fully applicable karena akuntansi islam dalam masyarakat yang sedang berubah saat ini memiliki peran yang sangat penting yaitu pada aspek kebenaran dan keadilan. Kedua aspek ini merupakan fungsi pertanggungjawaban kepada Allah, maka secara pertanggungjawaban ini dibingkai dengan nilai syariah.
2. Perkembangan Permikiran Akuntansi Dalam Islam
Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa system pencatatan berpasangan sudah ada sejak lama, tetapi Pacioli tidak menyabutkan sejak kapan dan dimana system ini telah ada sejak lama.
Manuskrip tahun 765 H/1363 M karya penulis muslim yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindari yang berjudul “ Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat “. Al Mazindarani dalam manuskrip tersebut menjelaskan :
• Sistem akuntansi yang popular pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap system akuntansi.
• Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan.
• Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.

3. Nilai dan Prinsip Akuntansi Islam
Konsep adanya system syariah dapat dijadikan sebagai nilai dasar dalam pembangunan kerangka konseptual system akuntansi syariah, Rancangannya yaitu sebagai berikut :
1. Menunjukan perlunya sistem akuntansi alternative bagi orang islam dengan menguji secarakritis sistem akuntansi konvensional yang dikembangkan berdasarkan pada nilai barat,
2. Memberikan suatu pemahan konsep dasar akuntansi syariah yang didasarkan pada syariat islam,
3. Mengusulkan kerangka konseptual akuntansi syariah dan implikasinya terhadap peran akuntan muslim,
Beberapa nilai tersebut diatas akan menjadi lengkap dengan adanya prinsip-prinsip umum akuntansi syariah bahwa ini yang menjadi dasar universal dalam operasional akuntansi syariah, yaitu :
• Prinsip Pertanggungjawaban
• Prinsip Keadilan
• Prinsip Kebenaran
Adapun menurut Muhammad Akram Khan (Harahap,1992) merumuskan sifat akuntansi islam, Yaitu sebagai berikut :
1. Penentuan laba rugi yang tepat,
2. Mempromosikan dan Menilai Efisiensi Kepemimpinan,
3. Ketaatan pada hokum Syariah,
4. Keterikatan terhadap keadilan,
5. Melaporkan dengan baik,
6. Perubahan dalam praktek akuntansi.

AKUNTANSI INTERNASIONAL 2

Dimensi Nilai Akuntansi yang Mempengaruhi Praktek Akuntansi:
1. Profesionalisme versus control wajib preferensi terhadap pelaksanaan perimbangan professional individu dan regulasi sendiri kalangan professional dibandingkan terhadap kepatuhan dengan ketentuan hokum yang telah ditentukan.
2. Keseragaman versus fleksibilitas preferensi terhadap keseragaman dan konsistensi dibandingkan fleksibilitas dalam bereaksi terhadap suatu keadaan tertentu
3. Konservatisme versus optimisme
4. Kerahasiaan versus transparansi preferensi atas kerahasiaan dan pembatasan informasi usaha menurut dasar kebutuhan untuk tahu dibandingkan dengan kesediaan untuk mengungkapkan informasi terhadap public.
Alasan-alasan perusahaan Go Internasional:
1. Theory pf comparative advantage
2. Imperfect market theory
3. Product cycle theory
4. Transfer technology and Strategic Alliance
Tantangan bagi profesi akuntan dalam pengembangan akuntansi:
1. Skill dan kompetensi yang dimiliki
2. Memahami Cross Functional Linkages, akuntan tidak hanya cukup mahir dalam teknik, prosedur dan standar akuntansi tetapi juga harus biasa memandang bisnis sebagai suatu bentuk terintegrasi. Seperti : kualitas produk, fleksibilitas produksi dan kemampuan untuk memproduksi dan mengekspor dengan cepat agar bias memenangkan persaingan global
3. Analisis keuangan dan perbandingannya
KLASIFIKASI AKUNTANSI INTERNASIONAL
Klasifikasi akuntansi internasional dapat dilakukan dalam dua cara: Dengan pertimbangan dan secara empiris. Klasifikasi dengan pertimbangan bergantung pada pengetahuan, intuisi dan pengalaman. Klasifikasi secara empiris menggunakan metode statistic untuk mengumpulkan data prinsip dan praktek akuntansi seluruh dunia.

Ada 4 (empat) pendekatan terhadap perkembangan akuntansi:
1. Berdasarkan pendekatan makroekonomi, praktek akuntansi didapatkan dari dan dirancang untuk meningkatkan tujuan makroekonomi nasional.

2. Berdasarkan pendekatan mikroekonomi, akuntansi bekembang dari prinsip-prinsip mikroekonomi. Tujuannya terletak pada perusahaan secara individu yang memiliki tujuan untuk bertahan hidup.

3. Berdasarkan pendekatan independent, akuntansi berasal dari praktek bisnis dan berkembang secara ad hoc, dengan dasar perlahan-lahan dan pertimbangan, coba-coba, dan kesalahan. Akuntansi dipandang sebagai fungsi jasa yang konsep dan prinsipnya diambil dari proses bisnis yang dijalankan dan bukan dari cabang keilmuan seperti ekonomi.

4. Berdasarkan pendekatan yang seragam, akuntansi distandariasi dan digunakan sebagai alat untuk kendali administrasi oleh pemerintah pusat. Keseragaman dalam pengukuran, pengungkapan, dan penyajian akan memudahkan perancang pemerintah, otoritas pajak, dan bahkan manajer untuk menggunakan informasi akuntansi dalam mengendalikan seluruh jenis bisnis.

Akuntansi juga dapat diklasifikasikan dengan system hokum suatu Negara. (1) Akuntansi dalam negara-negara hukum umum memiliki karakter berorientasi terhadap penyajian wajar, transparansi, dan pengungkapan penuh dan pemisahan antara akuntansi keuangan dan pajak. Pasar saham mendominasi sumber-sumber keuangan dan pelaporan keuangan ditunjukkan untuk kebutuhan infrmasi investor luar. Akuntansi hukum umum disebut sebagai Anglo Saxon. (2) Akuntansi dalam Negara-negara hukum kode memiliki karakteristik beorientasi legalistic, tidak membiarkan pengungkapan dalam jumlah kurang, dan kesesuaian antara ankuntansi keuangan dan pajak. Bank atau pemerintah mendominasi ksumber keuangan dan pelaporan keuangan dan pelaporan keuangan ditujukan untuk perlindungan kreditor. Akuntansi ini disebut juga continental. Pemberian karakter akuntansi memparalelkan hal yang disebut sebagai model pemegang saham dan pihak berkepentingan tata kelila perusahaan dalan Negara hukum umum dan hukum kode.
Banyak perbedaan akuntansi di tingkat nasional menjadi semakin hilang. Terdapat beberapa alasan untuk hal ini (1) Ratusan perusahaan saat ini mencatat sahamnya pada bursa efek di luar Negara asal mereka, (2) Beberapa Negara hukum kode, secara khusus Jerman dan Jepang mengalihkan tanggung jawab pembentukan standar akuntansi dari pemerintah kepada kelompok sector swasta yang professional dan independent, (3) Pentingnya pasar saham sebagai sumber pendanaan semakin tumbuh di seluruh dunia.
Klasifikasi yang didasarkan padada penyajian wajar versus kepatuhan hukum menimbulkan pengaruh yang besar terhadap banyak permasalahan akuntansi, seperti (1) depresiasi, di mana beban ditentukan berdasarkan penurunan kegunaan suatu aktiva selama masa manfaat ekonomi (penyajian wajar) atau jumlah yang diperbolehkan untuk tujuan pajak (kepatuhan hukum), (2) sewa guna usaha yang memiliki substansi pembelian aktiva tetap diperlakukan seperti itu (penyajian wajar) atau diperlakukan seperti sewa guna usaha operasi yang biasa (kepatuhan hukum), (3) pension dengan biaya yang diakrual pada saat dihasilkan oleh karyawan (penyajian wajar) atau dibebankan menurut dasar dibayar pada saat berhenti kerja (kepatuhan hukum).
Masalah lain adalah penggunaan cadangan diskrit untuk meratakan laba dari satu periode ke periode yang lain. Penyajian wajar dan substansi mengungguli bentuk (substance over form) merupakan cii utama akuntansi hukum umum. Akuntansi kepatuhan hukum drancang untuk memenuhi ketentuan yang dikenankan pemerintah seperti perhitungan laba kena pajak atau memenuhi rencana makroekonomi pemerintah nasional. Pengukuran yang konservatif mamastikan bahwa jumlah yang hati-hati dibagikan. Akuntansi kepatuhan hukum akan terus digunakan dalam laporan keuangan perusahaan secara individu yang ada di Negara-negara hukum kode di mana laporan konsolidasi menerapkan pelaporan dengan penyajian wajar. Dengan cara ini, laporan konsolidasi dapat memberikan informasi kepada investor sedangkan laporan perusahaan individual untuk memenuhi ketentuan hukum.

AKUNTANSI INTERNASIONAL

Akuntansi Internasional
Adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya. Akuntansi harus berkembang agar mampu memberikan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan di perusahaan pada setiap perubahan lingkungan bisnis.

Tujuan Akuntansi Internasional
 Mengidentifikasi sejarah perkembangan akuntansi internasional
 Memperkenalkan berbagai perbedaan nasional dalam sistem akuntansi di dunia
 Meringkas evolusi bisnis sampai zaman modern
 Membahas pentingnya dimensi akuntansi dalam bisnis global dan topik-topik penting yang membentuk akuntansi internasional

Berikut ini karakteristik era ekonomi global:
1. Bisnis internasional
2. Hilangnya batasan-batasan antar Negara era ekonomi global sering sulit untuk mengindentifikasi Negara asal suatu produk atau perusahaan, hal ini terjadi pada perusahaan multinasional
3. Ketergantungan pada perdagangan internasional
Ada 8 (delapan) factor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi internasional:

1. Sumber pendanaan
Di Negara-negara dengan pasar ekuitas yang kuat, akuntansi memiliki focus atas seberapa baik manajemen menjalankan perusahaan (profitabilitas), dan dirancang untuk membantu investor menganalisis arus kas masa depan dan resiko terkait. Sebaliknya, dalam system berbasis kredit di mana bank merupakan sumber utama pendanaan, akuntansi memiliki focus atas perlindungan kreditor melalui pengukuran akuntansi yang konservatif.


2. Sistem Hukum
Dunia barat memiliki dua orientasi dasar: hukum kode (sipil) dan hukum umum (kasus). Dalam Negara-negara hukum kode, hukum merupakan satu kelompok lengkap yang mencakup ketentuan dan prosedur sehingga aturan akuntansi digabungkan dalam hukum nasional dan cenderung sangat lengkap. Sebaliknya, hukum umum berkembang atas dasar kasus per kasus tanpa adanya usaha untuk mencakup seluruh kasus dalam kode yang lengkap.

3. Perpajakan
Di kebanyakan Negara, peraturan pajak secara efektif menentukan standar karena perusahaan harus mencatat pendapatan dan beban dalam akun mereka untuk mengklaimnya untuk keperluan pajak. Ketka akuntansi keuangan dan pajak terpisah, kadang-kadang aturan pajak mengharuskan penerapan prinsip akuntansi tertentu.

4. Ikatan Politik dan Ekonomi

5. Inflasi
Inflasi menyebabkan distorsi terhadap akuntansi biaya histories dan mempengaruhi kecenderungan (tendensi) suatu Negara untuk menerapkan perubahan terhadap akun-akun perusahaan.

6. Tingkat Perkembangan Ekonomi
Faktor ini mempengaruhi jenis transaksi usaha yang dilaksanakan dalam suatu perekonomian dan menentukan manakah yang paling utama.

7. Tingkat Pendidikan
Standard praktik akuntansi yang sangat rumit akan menjadi tidak berguna jika disalahartikan dan disalahgunakan. Pengungkapan mengenai resiko efek derivative tidak akan informative kecuali jika dibaca oleh pihak yang berkompeten.

8. Budaya
Empat dimensi budaya nasional, menurut Hofstede: individualisme, jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, maskulinitas.

investasi

Pada umumnya individu lebih menyukai konsumsi yang lebih dibandingkan konsumsi yang kurang, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasaan individu bertambah seiiring dengan bertambahnya tingkat konsumsi, dan individu cenderung ingin meningkatkan tingkat kepuasan (utilitas). Dalam meningkatkan tingkat konsumsinya individu dapat melakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah investasi. Dengan melakukan investasi individu menunda konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi yang efisien untuk mengubah satu unit konsumsi menjadi lebih dari satu unit konsumsi, sehingga kepuasan individu tersebut akan bertambah. Dengan begitu definisi dari investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu. (Jogiyanto, 2009). Tingkat konsumsi disini dapat disamakan dengan jumlah uang atau dana yang dimiliki. Menurut (Halim, 2005). Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan di masa mendatang.
Investasi jika dilihat dari bentuk asset-nya dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada real assets dan investasi pada financial assets. Investasi pada real assets dilakukan dalam bentuk pembelian asset produktif, seperti pada pendirian pabrik, pembelian properti, dan sebagainya. Sedangkan investasi pada financial assets dilakukan dengan membeli surat-surat berharga seperti obligasi, saham, reksadana dan lainnya.
Investasi dalam financial assets sendiri dapat dibedakan investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung dilakukan dengan membeli langsung financial assets (surat berharga) kepada perusahaan yang menerbitkan melalui perantara atau dengan cara lain. Untuk investasi tidak langsung terdapat perusahaan investasi diantara investor (individu yang melakukan investasi) dengan perusahaan yang menerbitkan surat berharga. Perusahaan investasi disini menghimpun dana dari investor dengan cara menerbitkan saham atau reksadana, kemudian dana tersebut dikelola dengan cara membeli surat-surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan yang membutuhkan dana untuk kegiatan operasionalnya.
ref :
http://rumahartikelkeuangan.blogspot.com/

Senin, 03 Januari 2011

Menuju Kedermawanan Perusahaan yang Bertanggung Jawab

The highest use of capital is not to make more money, but to make money do more for the betterment of life—Henry Ford
Kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy)bisa diartikan sebagai inisiatif perusahaan untuk terlibat dalam upaya‐upaya perbaikan kehidupan sosial. Pada mulanya inisiatif ini lebih merupakan tindakan voluntir. Alasan kemanusiaan, implementasi ajaran altruisme, dan bahkan argumentasi relijius pada mulanya menjadi motivasi utama tindakan ini. Dalam perkembangannya lebih lanjut, tindakan mulia ini berkembang menjadi sebuah tindakan strategis. Alasan membangun reputasi, cause‐related marketing, dan bahkan secara diam‐diam menghitung dampak dan peluang politik hadir dalam tindakan filantropis ini.
Sebagai sebuah tindakan kemanusiaan, corporate philanthropy, bagaimana pun layak dipuji dan harus terus‐menerus dikembangkan. Hanya saja, jangan sampai atas “arogansi” sudah memberikan sumbangsih luar biasa kepada kehidupan sosial, perusahaan yang berderma melupakan upaya minimalisasi dampak negatif operasinya. Pun dengan soal perluasan mitra. Sebagian besar perusahaan lebih memfokuskan diri saling bekerja sama dengan perusahaan lainnya dibandingkan melakukan engagement dengan kekuatan civil society. Atau dalam batas dan kadar tertentu, tidak sedikit tindakan corporate philanthropy malah menggantikan dan mungkin mengambil alih tugas pokok, peran dan fungsi pemerintah.
Sisi kritis lainnya yang sering tampak dalam corporate philanthropy, khususnya ditunjukkan oleh berbagai foundation perusahan‐perusahaan besar di Indonesia adalah kecenderungan gebyah uyah. Mereka sedemikian besar mengeluarkan dana untuk berbagai kegiatan sosial tanpa fokus, arah, dan keberlanjutan program yang jelas. Sepertinya ini terjadi karena sebagian besar corporate foundation menempatkan diri sebagai “tuan” yang sangat dermawan, untuk kemudian melakukan ekspansi pasar dari perolehan citra positif dari publik.

Corporate Philanthropy sebagai CSR
Carroll (1979) membagi tindakan corporate social responsibility (CSR) dalam empat level: economic, legal, ethical, and discretionary. Dalam banyak penilaian para ahli, tindakan corporate philanthropy (CP) sering dimasukkan ke dalam tindakan etis dan voluntari. Kendati demikian, karena tindakan CP selalu membawa “merk” perusahaan, entah itu menempel dalam basis bisnis dari nama orang atau nama yayasan, tak satu pun para ahli yang tidak sepakat untuk secara terbuka menyatakan bahwa inisiatif CP adalah bagian integral dari strategi pemasaran. Kita tidak bisa melepaskan keterkaitan bisnis Microsoft dengan Bill and Linda Gates Foundation; Sinar Mas dengan Eka Tjipta Foundation; Ford Foundation dengan pabrikan mobil bermerk “Ford”; atau keterkatian secara tegas antara nama yayasan dengan basis bisnis penopangnya seperti Sampoerna Foundation, Medco Foundation atau Freeport Foundation, misalnya. Demikian pula dengan kucuran dana perusahaan kepada berbagai lembaga multilateral, ornop, lembaga donor nasional dan internasional untuk kegiatan‐kegiatan yang mungkin sama sekali tidak berhubungan dengan core business perusahaan.
Bahkan dalam banyak kasus, kendati CP secara eksplisit diungkapkan sebagai sebuah tindakan altruis, namun tidak sedikit perusahaan memasukkan aliran dana CP sebagai corporate spending, diberlakukan sama dengan “belanja bisnis” lainnya yang memiliki hitungan ketat mengenai laba dan return of investment. Untuk itu, bagi David Hes (dalam Andrew Crane, et.al., 2008) gelombang CP sebagai sebuah inisiatif perusahaan dalam berkontribusi bagi perbaikan kehidupan sosial, selain atas alasan ketinggian komitmen moral namun juga didasarkan oleh hitungan matang mengenai causerelated marketing, building reputation, dan bahkan international expansion. Karenanya, CP tidak pelak lagi merupakan bagian integral dari keseluruhan business performance.
Sebagai sebuah tindakan CSR, CP jelas tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab perusahaan untuk menimimalisasi dampak negatif dan maksimalisasi dampak positif. Untuk sementara, tampak bahwa kinerja CP lebih banyak memokuskan diri pada maksimalisasi dampak positif dengan memberikan kontribusi pada aneka ragam kegiatan sosial. Pada umumnya CP lebih sering memilih agenda sumbangan kepada korban bencana, bermain di sektor pendidikan dan kesehatan. Nyaris semua kegiatan CP berhenti sampai di sini. Dan nyaris pula, mereka melupakan evaluasi dan kewajibannya untuk menimalisasi dampak negatif operasi perusahaannya.
Agar CP menjadi representasi CSR, Michael E. Porter and Mark R. Krammer (dalam Andrew Crane, et.al., 2008) memberikan rekomendasi agar seluruh peran, inisiatif, dan kinerja CP sebaiknya menjaga keseimbangan antara business dan social benefit. Dan canangan program CP sebaiknya diarahkan dan didasarkan pada competitive advantage masing‐masing pelaku bisnis. Hal ini ditegaskan Porter dan Krammer karena pada akhirnya seluruh kinerja CP seharusnya memberikan input pada dua sisi sekaligus: perusahaan dan masyarakat. Kontribusi itu berupa terlembaganya nilai‐nilai sosial dan ekonomi baru dari upaya menyeimbangkan tujuan murni bisnis dan murni kedermawanan.
Untuk meraih keseimbangan dan memeroleh manfaat timbal balik maksimum dari nilai‐nilai agung filantropi baik bagi kehidupan sosial maupun bagi penyelenggaraan bisnis yang lebih bertanggung jawab, Porter dan Krammer menyarankan agar CP diselenggarakan dengan sebuah pendekatan yang komprehensif: sesuai dengan konteks, kebutuhan, kecakapan inti perusahan, dan berbagai faktor lainnya. Semuanya dilakukan demi meraih nilai‐nilai filantopi secara maksimal: keseimbangan laju perolehan manfaat sosial dan bisnis.
Agar CP menjadi sebuah langkah yang sustainable dan termasuk sebagai upaya maksimalisasi dampak positif dan minimalisasi dampak negatif, Porter dan Krammer menyarankan lima langkah manajerial yang sebaiknya diambil dalam melakukan CP:
Pertama, memeriksa ulang competitive context kepentingan dan nilai‐nilai perusahaan di masing‐masing wilayah geografis. Kedua, melakukan review atas portfolio kegiatan dan program filantropi yang sudah berlangsung. Dalam melakukan review dilakukan perusahaan harus melihat apakah kegiatan filantropi yang selama ini termasuk (i) communal obligation, sebuah kegiatan umum sebagaimana layaknya seorang warga negara. Ciri umum dari kategori ini adalah keterlibatan CP dalam program pendidikan dan kesehatan; (ii) goodwill building, memberikan kontribusi dan dukungan penuh kepada seluruh karyawan, pelanggan, dan community leader dalam menjalin hubungan baik dan merangkai program company relationship jangka panjang. Dalam kategori ini CP, juga dijadikan sebagai momentum untuk membangun stakeholder engagement baik secara internal (khususnya employee dan suply chain) maupun secara eksternal (khususnya dengan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat secara umum); (iii) strategic giving, memberikan bantuan sesuai dengan core competence bisnis dan konteks kebutuhan lokal. Ketiga, melakukan penilaian atas resistensi —baik yang potensial maupun yang sudah eksis— dari inisiatif pemberian bantuan oleh perusahaan. Penilaian ini dilakukan dengan memerhatikan: (i) proses seleksi atas upaya pemberian bantuan terbaik; (ii) upaya memperlebar mitra dengan kelompok lain dalam memberikan bantuan; (iii) upayaupaya dan proses‐proses perbaikan kinerja pemberian bantuan; (iv) perolehan dampak perbaikan dan perluasan pengetahuan. Empat “saringan” ini diperhatikan dengan saksama demi terwujudnya nilai sosial dan ekonomi baru: terjadi keseimbangan atau titik temu antara semakin tingginya manfaat sosial dalam kegiatan filantropi murni dan manfaat ekonomi dalam kegiatan bisnis murni. Keempat, mencari opportunity untuk melakukan collective action di sebuah wilayah operasi bersama mitra lain. Mitra di sini baik berupa perusahaan lain maupun beragam para pemangku kepentingan yang memiliki competitive context sesuai dengan canangan program yang hendak dijalankan. Kelima, dengan penuh saksama melakukan jejak rekam (monitoring) dan mengevaluasi hasil. Temuan perolehan hal‐hal unik yang mungkin berbeda sama sekali dengan langkah teks manajerial sebaiknya dijadikan sebagai input untuk perbaikan dan inovasi program tiada henti.
Satu hal yang juga penting diperhatikan—kendati secara implisit sudah ditegaskan di muka, bahwa CP juga membawa misi penyebaran nilai‐nilai. Nyaris semua perusahaan besar dibangun atas nilai‐nilai universal pendirinya dan berbagai program CP juga sedikit banyak mencerminkan keinginan penyebaran nilai‐nilai para pendiri bangunan dan jaringan bisnis ini. Nilai‐nilai seperti kemandirian, upaya membantu sesama, komitmen pada kebersihan dan kejujuran, semangat dan kerja keras, seni bertahan dan mengaktualisasikan diri, serta sejumlah cita‐cita yang berhubungan dengan nilai‐nilai citizenship, juga merupakan item yang harus diperhatikan dengan saksama dalam melakukan CP.
Secara keseluruhan lima langkah di atas haruslah bermuara pada keseimbangan antara kontribusi sosial, ekonomi, dan lingkungan dengan tentunya ditempatkan dalam kerangka upaya manajemen untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimumkan dampak negatif kehadiran dan operasi perusahaan sesuai dengan bisnis yang dijalankan. Dan di sinilah titik temu makna tindakan filantropis sebagai aksi etis‐volunter yang memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial dan sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Sepanjang keseimbangan ini dijaga dengan saksama, CP bisa dipastikan diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab.

Ref: Taufik Rahman
Aktivis Lingkar Studi CSR
www.csrindonesia.com

CV

DAFTAR RIWAYAT HIDUP



Data Pribadi
Nama : Reza Taufiqi
Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta 02-12-1989
Agama : Islam
Alamat rumah : Jln. Bahari 2 RT 04/007 Gandaria Selatan – Jakarta Selatan 12420
Nomor telepon : 0217697933

e-mail : rezataufiqi@gmail.com




________________________________________
Riwayat Pendidikan
• 2007 - : Universitas Gunadarma, Depok, Jurusan Akuntansi.
• 2003 – 2006: MAN 4 Jakarta Selatan
• 2000 - 2003 : MTSN 3 Jakarta Selatan
• 1994 - 2000 : SD 01 PG Jakarta Selatan
________________________________________
Training dan Kursus Lainnya
• Pajak
• MYOB
• BISNIS RETAIL
________________________________________
Kemampuan
• MS Office (MS Word, MS Excel, MS Visio, MS Visual Basic).
• Internet
• Kemampuan Akuntansi dan Administrasi (Accounting & Administration Skills) Journal printing & Calculation, Ledger, Project Data Updating, Teller, Salary Calculation, Petty Cash Payroll & Calculation, Inventory Controls)
• Sistem Perpajakan

________________________________________

PricewaterhouseCoopers

PricewaterhouseCoopers (PwC) adalah kantor jasa professional terbesar di dunia saat ini. Kantor ini dibentuk pada tahun 1998 dari penggabungan usaha antara Price Waterhouse dan Coopers & Lybrand. PwC adalah yang terbesar di antara the Big Four auditors, yang lainnya adalah Deloitte, Ernst & Young dan KPMG.
Penghasilan gabungan PricewaterhouseCoopers di seluruh dunia mencapai 20.3 miliar dolar Amerika Serikat untuk tahun fiskal 2005, dan mempekerjakan lebih dari 130.000 profesional di 148 negara.
Di Amerika Serikat kantor ini beroperasi dengan nama PricewaterhouseCoopers LLP yang merupakan perusahaan swasta terbesar keenam. [2].
1. Sejarah
Kantor ini dibentuk dengan adanya penggabungan usaha dari dua kantor besar yaitu Price Waterhouse dan Coopers & Lybrand. Kedua kantor ini memiliki sejarah panjang sejak abad ke-19.
1.1 Price Waterhouse
Samuel Price, seorang akuntan, mulai praktek di London pada tahun 1849. Dalam tahun 1865 Price membuat persekutuan dengan William Holyland dan Edwin Waterhouse. Sejak tahun 1874 kantor ini kemudian dikenal dengan nama Price, Waterhouse & Co. Holyland akhirnya meninggalkan persekutuan itu dan kemudian huruf '& Co' dan koma dihilangkan dari nama kantor tersebut. Di akhir tahun 1800-an, Price Waterhouse mendapat pengakuan sebagai suatu kantor akuntan publik tepercaya. Dengan berkembangnya perdagangan antara Britania Raya dan Amerika Serikat, Price Waterhouse kemudian membuka kantornya di New York dalam tahun 1890, yang kemudian kantor di Amerika ini berkembang dengan sangat pesatnya. Kantor asalnya di Inggris juga membuka banyak kantor di negara-negara Persemakmuran Inggris. Setiap kali mendirikan persekutuan terpisah di setiap negara, setiap sekutu yang diberikan insentif yang baik untuk meluaskan praktek lokalnya. Jadi kegiatan PW di seluruh dunia merupakan suatu gabungan kantor-kantor lokal yang berkembang secara alamiah dibandingkan dengan merupakan hasil dari penggabungan usaha internasional.
1.2 Coopers & Lybrand
Seperti PW, Coopers & Lybrand juga didirikan dalam abad kesembilanbelas. Dalam tahun 1854 William Cooper mulai berpraktek di London, yang tujuh tahun kemudian berganti nama menjadi Cooper Brothers saat ketiga saudaranya bergabung. Di Amerika Serikat dalam tahun 1898 Robert H. Montgomery, William M. Lybrand, Adam A. Ross Jr. dan kakaknya T. Edward Ross mendirikan Lybrand, Ross Brothers and Montgomery. Coopers & Lybrand merupakan hasil penggabungan antara Cooper Brothers & Co; Lybrand, Ross Bros & Montgomery dan sebuah kantor dari Kanada McDonald, Currie and Co. dalam tahun 1957. Dalam tahun 1990 Coopers & Lybrand bergabung dengan Deloitte Haskins & Sells di Britania Raya, namun sebagian dari Deloitte bergabung dengan Touche Ross dan membentuk Deloitte Touche Tohmatsu.
Untuk menambah pembentukan kantor di berbagai ibukota utama dunia, seringkali PW atau Cooper menggabungkan diri dengan kantor akuntan lokal. Dengan cara ini terbentuklah kantor-kantor di tiap negara dan menggelembungkan jumlah kantornya agar bisa menawarkan jasanya dimanapun mereka berada. Pertumbuhan juga dirasakan dengan bertambahnya kebutuhan audit khususnya setelah Depresi Hebat dalam tahun 1920-an dan 1930-an dan juga dengan bertambah kompleksnya perpajakan.
Sebagai kelanjutan usahanya dalam memperoleh skala ekonomis, PW dan Arthur Andersen pernah membicarakan suatu penggabungan dalam tahun 1989, namun akhirnya negosiasi ini gagal terutama karena adanya konflik kepentingan contohnya keterkaitan bisnis Andersen dengan IBM padahal PW mengaudit IBM. Dalam tahun 1998 Price Waterhouse dan Coopers & Lybrand bergabung dan membentuk PricewaterhouseCoopers. Tahun berikutnya, pembicaraan untuk menggabungkan PwC dengan Grant Thornton gagal. Oleh karena berkurangnya jumlah kantor-kantor besar, sepertinya otoritas pengatur kompetisi akan sulit meluluskan ijin penggabungan usaha.
2. Struktur dan jenis jasa
Bentuk hukum suatu persekutuan sangat berbeda dengan suatu perusahaan dan sebenarnya secara global kantor ini merupakan gabungan dari kantor-kantor anggota yang mempunyai otonomi sendiri dalam masing-masing jurisdiksi negaranya masing-masing. Rekan senior dari kantor-kantor anggota duduk dalam suatu jajaran direksi yang merupakan payung organisasi yang dinamakan PricewaterhouseCoopers International Limited, suatu perusahaan yang di Britania Raya yang melakukan koordinasi. Saat ini, secara global dipimpin oleh Samuel A. DiPiazza Jr, (52 tahun), seorang rekan ex-Coopers & Lybrand.
PricewaterhouseCoopers memberikan bidang jasa di banyak negara di antaranya:
• Audit dan Atestasi,
• Perpajakan, (perencanaan dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan)
• Konsultansi, termasuk pemantapan kinerja, transaksi dan penggabungan usaha serta akuisisi, dan manajemen krisis dalam berbagai area spesialisasi seperti jasa konsultansi akuntansi dan aktuarial
3. Daftar klien
Sekitar 82% dari penghasilan tahunan PwC disumbang oleh Eropa dan Amerika Utara, Eropa sendiri mencatat sebesar 45%. Jasa yang paling dominan adalah Audit dan Atestasi, yang menyumbang lebih dari 50% pendapatan PwC.
Pada Maret 2005, klien audit PricewaterhouseCoopers termasuk empat dari sepuluh perusahaan publik terbesar di Amerika Serikat (ExxonMobil, Ford Motor Company, ChevronTexaco dan IBM). PwC juga mengaudit empat dari sepuluh perusahaan terbesar di Britania Raya (GlaxoSmithKline, Royal Dutch Shell, Barclays dan Lloyds TSB).
Klien besar PwC lain di antaranya American International Group, Freddie Mac, Bank of America, JP Morgan Chase, Tesco, Unilever, dan Academy of Motion Picture Arts and Sciences, yang melakukan tabulasi pemungutan suara untuk Academy Awards.

www.en.wikipedia.com

Contoh Kasus Fraud Auditor

Pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan konsekuensi negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif.

Penelitian COSO tersebut, dengan menelaah tuduhan kecurangan laporan keuangan yang diselidiki oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dalam kurun waktu sepuluh tahun antara tahun 1998 – 2007, menemukan fakta bahwa berita dugaan kecurangan telah mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam dua hari setelah diumumkan. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan seringkali mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau harus menjual aset, dan sembilan dari sepuluh kasus-kasus SEC tersebut menyebutkan CEO dan/atau CFO perusahaan yang bersangkutan diduga terlibat dalam kecurangan.

Chairman COSO, David Landsittel, mengatakan bahwa analisis mendalam dalam penelitian tersebut terkait tentang sifat, jangkauan, dan karakteristik dari kecurangan pelaporan keuangan memberikan pemahaman yang sangat membantu tentang isu-isu baru dan berkelanjutan yang perlu segera ditangani. ”Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan harus terus berfokus pada cara-cara untuk mencegah, menghalangi, dan mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan,” kata Landsittel. ”COSO berencana untuk mensponsori penelitian lanjutan mengenai kecurangan pelaporan keuangan, serta pengembangan lebih lanjut pedoman pengendalian internal, untuk membantu pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan.”

Penelitian COSO di atas menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan yang diselidiki oleh SEC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

* Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
* Median kecurangan adalah $12,1 juta . Lebih dari 30 kasus dengan masing-masing kasus melibatkan jumlah lebih dari $500 juta.
* SEC menyebutkan CEO dan/atau CFO terindikasi terlibat pada 89% dari kasus kecurangan. Dalam waktu dua tahun penyelesaian penyelidikan SEC, sekitar 20% dari para CEO / CFO berlanjut pada dakwaan serta lebih dari 60% di antaranya divonis bersalah.
* Kecurangan mengenai pendapatan tercatat lebih 60% dari kasus.
* Banyak karakteristik yang biasanya menjadi pengamatan umum dewan direktur dan komite audit, seperti: ukuran, frekuensi rapat, komposisi, serta pengalaman, tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terlibat kecurangan dengan yang tidak. Upaya-upaya pengaturan tata kelola perusahaan terbaru tampaknya telah mengurangi variasi dalam karakteristik terkait dewan direktur yang diamati.
* Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.
* Berita awal dalam media massa mengenai dugaan adanya kecurangan mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata sebesar 16,7 persen untuk perusahaan yang terlibat kecurangan, dalam dua hari setelah pengumuman.
* Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
* Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan sering mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau melakukan penjualan aset yang material dengan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak terlibat kecurangan.

Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi: Mark S. Beasley dari North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari University of Tennessee, Dana R. Hermanson dari Kennesaw State University, dan Terry L. Neal dari University of Tennessee. Penelitian ini meng-update penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999, untuk kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.

Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO, mencatat bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan dalam proses seputar dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk menentukan apakah ada proses tertentu berkaitan dengan dewan direksi yang dapat memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-risiko yang mempengaruhi laporan keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah kecurangan diperiksa dalam penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah penerbitan Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut dalam mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.”

Ref : http://auditorinternal.com

Langkah-Langkah Menjadi Auditor

Arens et al (2003) menyatakan bahwa audit dilakukan oleh orang yang kompeten, independen dan obyektif atau disebut sebagai auditor. Berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, auditor dibagi 3 jenis yaitu:

1) Auditor ekstern/independent bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Pada umumnya, auditor ekstern menghasilkan Laporan Hasil Audit atas Laporan Keuangan.

2) Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan Hasil Audit Operasional/Manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang diaudit dalam melakukan perbaikan kinerja perusahaan. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah audit operasional/manajemen.

3) Auditor Pemerintah yaitu auditor yang bekerja untuk kepentingan pemerintah, misalnya di bidang perpajakan atau audit terhadap dana-dana yang bersumber dari pemerintah.

Seorang auditor dikatakan profesional jika dalam bekerja selalu berpedoman pada Standar Audit. Dalam standar umum khususnya disebutkan bahwa auditor harus ahli, trampil dan mempunyai kehati-hatian profesional serta tidak memihak yang pada akhirnya akan merugikan salah satu pihak yang berkepentingan. Auditor yang profesional akan merencanakan audit sebaik-baiknya, mempertimbangkan risiko yang timbul dan melakukan pengumpulan serta pengujian bukti secara cermat. Jika seluruh proses dilalui sesuai dengan standar, maka hampir dapat dipastikan bahwa Laporan Hasil Audit yang dihasilkan akan dapat dipertanggungjawabkan secara profesi.

Tentu saja untuk menjadi seorang auditor profesional tidak seperti membalikan telapak tangan, tetapi melalui proses yang panjang dan berkelanjutan.
Saran berikut ini diharapkan dapat menjadikan seseorang dapat menjadi auditor yang profesional:

1) Memupuk sejak dini sifat/sikap positif, seperti jujur, rasa ingin tahu yang tinggi, tidak cepat merasa puas dan etika yang tinggi.

2) Pendidikan formal berkelanjutan, terutama untuk mendapatkan konsep-konsep dasar akuntansi dan auditing.

3) Pendidikan dan latihan profesi berkelanjutan untuk memperoleh sertifikat auditor dan mengembangkan kemampuan teknis dan komunikasi serta pengetahuan mengenai isu terkini di bidang akuntansi dan auditing.

Ref : http://auditorinternal.com

Reza Taufiqi | Template by - Abdul Munir - 2008 - layout4all. Thanks to Blogger Templates